CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 10 Mei 2013

POLA-POLA BELAJAR SISWA


POLA-POLA BELAJAR SISWA

Oleh: Yenny Eka Herlin Budhiarti.M

     Dalam menyusun sebuah strategi pembelajaran tidaklah salah untuk kita menyimak pola – pola belajar yang mungkin terjadi pada siswa. Robert M. Gagne membedakan pola – pola belajar siswa ke dalam delapan tipae, dimana yang satu menjadi prasyarat bagi yang lainnya yang lebih tinggi hirarkienya.  Delapan tipa yang dimaksud adalah :

1.     Signal learning (belajar isyarat)
Ini adalah tipe belajar yang paling sederhana yang menjadi dasar semua tipe belajar. Tipe ini berpedoman pada pemberian isyarat dan respons yang disebabkan oleh isyarat tadi. Contoh, aba aba siap merupakan suatu signal atau isyarat untuk mengambil sikap tertentu.
2.     Stimulus respons learning (belajar stimulus respons)
Belajar tipe ini tidak diperoleh secara tiba – tiba namun diperoleh dari latihan dan pengalamn yang diperkuat secara terus menenus. Respons ini bersifat spesifik tidak umum dan kabur. Respons ini sangat memerlukan penguatan, penguatan ini bisa berupa reward ataupun punishment. Contoh dari tipe belajar ini adalah burung Betet atau Beo dapat mengucapkan salam karena dilatih terus menerus dan diberikan pennguatan.
3.     Chain (rantai atau rangkaian)
Tipe ini belajar menghubungkan satuan ikatan stimulus dan respons. Satu dengan yang lainnya kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini adalah secara internal siswa harus sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola stimulus dan respons, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaning. Contoh dalam bahasa kita contoh chaning seperti ibu bapak, kampong halaman, selamat tinggal, dsb.   
4.     Verbal association)
Tipe ini setaraf dengan tipe belajar sebelumnya, yaitu belajar menghubungkan satuan stimulus dan respons yang satu dan lainnya. Bentuk verbal association yang paling sederhana adalah bila diperligatkan sebuah bentuk geometris dan si anak dapat mengatakan bujur sangkar atau mengatakan itu bola saya. Sebelumnya ia harus sudah dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal bentuk bujur sangkar atau mengenal bola saya. Hubungan ini terbentuk unsure unsure dalam urutan tertentu yang satu segera mengikuti yang satu lagi.
5.     Discrimination learning (belajar diskriminasi)
Tipe ini belajar mnembedakan. Dalam tipe ini siswa mengadakan seleksi dan pengujian diantara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih sejumlah pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama untuk berlangsungnya proses belajar ini adalah siswa sudah memiliki kemahiran melakukan chaning dan association serta pengalaman. Contoh anak dapat mengenal berbagai merk mobil beserta namanya walaupun tampaknya mobil itu banyak bersamaan
6.     Concept learning (belajar konsep)
Tipe ini adalah belajar pengertian berdasarkan cirri – ciri dari sekelompok stimulus dan objek – objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep, kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
7.     Rule learning (belajar aturan)
Belajar membuat generalisasi, hokum, kaidah. Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai macam konsep dengan mengoprasikan kaidah – kaidah logika formal sehingga siswa dapat menemukan konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule”, prinsip, dalil, aturan, hokum, kaidah dsb. Tipe ini banyak diterapkan di Sekolah, karena banyak sekali aturan yang harus diketahui dan dipatuhi oleh siswa.
8.     Problem solving (pemecahan masalah)
Adlah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini siswa belajar memecahkan masalah, memberikan respons terhadap rangsangan menggambarkan atau membangkitkan situasi problematic, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.

Salam

@yennyarti

Tidak ada komentar: