POLA-POLA BELAJAR SISWA
Oleh: Yenny Eka Herlin Budhiarti.M
Dalam
menyusun sebuah strategi pembelajaran tidaklah salah untuk kita menyimak pola
– pola belajar yang mungkin terjadi pada siswa. Robert M. Gagne membedakan pola
– pola belajar siswa ke dalam delapan tipae, dimana yang satu menjadi prasyarat
bagi yang lainnya yang lebih tinggi hirarkienya. Delapan tipa yang dimaksud adalah :
1.
Signal
learning (belajar isyarat)
Ini
adalah tipe belajar yang paling sederhana yang menjadi dasar semua tipe
belajar. Tipe ini berpedoman pada pemberian isyarat dan respons yang disebabkan
oleh isyarat tadi. Contoh, aba aba siap merupakan suatu signal atau isyarat
untuk mengambil sikap tertentu.
2.
Stimulus
respons learning (belajar stimulus respons)
Belajar
tipe ini tidak diperoleh secara tiba – tiba namun diperoleh dari latihan dan
pengalamn yang diperkuat secara terus menenus. Respons ini bersifat spesifik
tidak umum dan kabur. Respons ini sangat memerlukan penguatan, penguatan ini
bisa berupa reward ataupun punishment. Contoh dari tipe belajar ini adalah
burung Betet atau Beo dapat mengucapkan salam karena dilatih terus menerus dan
diberikan pennguatan.
3.
Chain
(rantai atau rangkaian)
Tipe
ini belajar menghubungkan satuan ikatan stimulus dan respons. Satu dengan yang
lainnya kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini adalah
secara internal siswa harus sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola stimulus
dan respons, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan,
pengulangan, reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaning.
Contoh dalam bahasa kita contoh chaning seperti ibu bapak, kampong halaman,
selamat tinggal, dsb.
4.
Verbal
association)
Tipe
ini setaraf dengan tipe belajar sebelumnya, yaitu belajar menghubungkan satuan
stimulus dan respons yang satu dan lainnya. Bentuk verbal association yang
paling sederhana adalah bila diperligatkan sebuah bentuk geometris dan si anak
dapat mengatakan bujur sangkar atau mengatakan itu bola saya. Sebelumnya ia
harus sudah dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal bentuk bujur
sangkar atau mengenal bola saya. Hubungan ini terbentuk unsure unsure dalam
urutan tertentu yang satu segera mengikuti yang satu lagi.
5.
Discrimination
learning (belajar diskriminasi)
Tipe
ini belajar mnembedakan. Dalam tipe ini siswa mengadakan seleksi dan pengujian
diantara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian
memilih sejumlah pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama untuk
berlangsungnya proses belajar ini adalah siswa sudah memiliki kemahiran
melakukan chaning dan association serta pengalaman. Contoh anak dapat mengenal
berbagai merk mobil beserta namanya walaupun tampaknya mobil itu banyak
bersamaan
6.
Concept
learning (belajar konsep)
Tipe
ini adalah belajar pengertian berdasarkan cirri – ciri dari sekelompok stimulus
dan objek – objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep, kondisi utama
yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif
fundamental sebelumnya.
7.
Rule
learning (belajar aturan)
Belajar
membuat generalisasi, hokum, kaidah. Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan
kombinasi berbagai macam konsep dengan mengoprasikan kaidah – kaidah logika
formal sehingga siswa dapat menemukan konklusi tertentu yang mungkin
selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule”, prinsip, dalil, aturan, hokum,
kaidah dsb. Tipe ini banyak diterapkan di Sekolah, karena banyak sekali aturan
yang harus diketahui dan dipatuhi oleh siswa.
8.
Problem
solving (pemecahan masalah)
Adlah belajar
memecahkan masalah. Pada tingkat ini siswa belajar memecahkan masalah,
memberikan respons terhadap rangsangan menggambarkan atau membangkitkan situasi
problematic, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
Salam
@yennyarti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar